Workshop SAGUSAPTEK

Suasana pembukaan Workshop SAGUSAPTEK yang diselenggarakan IGI Daerah Kabupaten Buol Oleh Wakil Bupati Kab. Buol.

SAGUSABLOG Lanjutan 31

Workshop online SAGUSABLOG Lanjutan angkatan 31.

Mathematics In Context

Buku referensi.

Rabu, 13 Januari 2021

MEMBUAT BERBAGAI JENIS SOAL DI QUIZIZZ

Salah satu kelebihan Quizizz yaitu, bisa membuat berbagai jenis soal seperti pilihan gkita, kotak centang atau isian (mengisi bagian yang kosong) yang semuanya bisa dinilai.

Adapun langkah-langkah untuk membuat soal pada Quizizz yaitu:

1.  1.   Klik Buat (Create jika bahasanya belum dialihkan), kemudian pilih Quiz



1.    2. Ketik nama Quiz dan pilih subjek yang relevan


3.   Kemudian kita diperhadapkan pada 2 pilihan. Klik “tulis sendiri” jika kita mau  buat soal mandiri. Jika kita mengambil soal orang lain yang sudah ada di pustaka soal, klik teleport.

Di sini kita pilih “tulis sendiri”. Untuk penggunaan teleport nanti kita bahas tersendiri. 


4. Silakan pilih jenis soal. Pada pilihan kali ini, terdapat 3 pilihan yang ada nilai atau skor yaitu: Pilihan Ganda, Kotak Centang dan isi bagian yang kosong. Kita bisa memilih jenis soal mengklik salah satunya. Bisa divariasikan, tergantung keinginan kita.


 

5.   Selanjutnya, kita bisa menuliskan pertanyaan dan pilihan jawaban pada kolom yang tersedia. Kemudian klik simpan. 




Ikatlah Ilmu dengan Meresensi

 “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Demikian Hernowo-penulis 24 buku dalam 4 tahun dan pencetak buku-buku best seller-menulis kata-kata tersebut sebagai pembuka tulisan salah satu bab dalam karyanya, Mengikat Makna Update (2009:102). Ia mengaku suka mengutip kata-kata ini karena kebermaknaannya. Bahkan, menurut pengakuannya, kata-kata yang ia kutip dari salah seorang Khulafaur Rasyidin yang pernah membuat buku yang dikenal dengan Nahjul Balaghah ini kemudian menginspirasinya untuk menemukan kegiatan memadukan kegiatan membaca dan menulis dengan nama “Mengikat Makna”.

“Pengingat terbaik adalah dengan menuliskan apa yang dibaca.” Ungkap Muhidin M. Dahlan saat memberikan penekanannya terkait dengan manfaat meresensi buku pada kalimat ke empat paragraf kedua halaman sepuluh bab pendahuluan buku Inilah Resensi.

Seperti judulnya, buku ini menyodorkan lebih dari 200 resensi buku dengan tidak kurang dari 100 perensensi lintas generasi dan profesi yang terbit dalam rentang waktu lebih dari satu abad-113 tahun-yaitu tahun 1902 hingga 2015. Dengan demikian, dalam lawatan waktu yang cukup panjang ini, kita menemukan dinamika sikap dan pemikiran para pesohor dan tokoh bangsa atas sebuah buku dan rekaman atas hasil pemikiran di dalamnya.

Buku yang terdiri dari tiga bagian utama ini diawali dengan tiga hal yang penting untuk dicermati terkait dengan membaca sebagai inti dari meresensi buku. Tiga hal penting tersebut yaitu; merencanakan bacaan, fokus dan dalam saat membaca, dan berbagi ala kadarnya apa yang sedang dibaca. “Dengan fokus dan terencana, kita tak tergoda dengan bacaan lain yang lebih menggiurkan. Kita tak terganggu dengan lalu lintas buku baru yang menggoda di lini masa media sosial.”(hal.12). Berbagi ala kadarnya dimaskudkan untuk menemukan kemungkinan masukan berarti yang datang dari luar.

 

Judul Buku  : Inilah Resensi

Penulis          : Muhidin M. Dahlan

Penerbit        : I:Boekoe

Tebal              : 256 Halaman

ISBN              : 978-979-1436-60-1

 

Berbagai motif dan alasan serta bagaiamana para pesohor dalam meresensi buku dapat kita temukan pada bagian satu dari tiga bagian utama buku ini. Katakanlah Ir. Sukarno. Beliau meresensi buku sebagai cara untuk memberikan tanggapan atas rangkaian peristiwa dunia dengan segala kekalutannya. Motif Sukarno meresensi-dalam istilahnya, “menilik”-buku itu, sebagai upayanya untuk mengetahui dan terlibat lebih jauh dalam memahami apa yang terjadi dalam perang dunia kedua. Di sini, kita akan dibawa untuk melihat ketajaman analisa Sukarno dan keseriusannya dalam menilik suatu buku berdasarkan kesamaan tema. Barangkali motif Sukarno dalam meresensi buku ini dapat menginspirasi kita untuk mendalami tema-tema tertentu melalui membaca dan mengulasnya kembali.

Lain halnya dengan Muhammad Hatta. Sang Prokramator yang satu ini meresensi-dalam istilahnya kupasan-buku sebagai proklamasi pertemanan. Pada bagian ini juga, kita menemukan bagaimana para pesohor seperti Poerbatjaraka, P. Swantoro, Sumitro Djojohadikusumo, dan H.B . Jasin dalam meresensi suatu buku dianalisis dengan sangat tajam.

Pada bagian dua dari buku ini, kita diajak menemukan resensi-resensi yang menggemparkan jagad media masa saat itu yang mungkin orang saat ini menyebutnya kegaduhan. Di sini kita disuguhkan resensi atas buku yang melahirkan tanggapan dan dibicarakan sepanjang tahun dan bahkan ditanggapi di lebih dari satu surat kabar. Nama-nama peresensi yang muncul di antaranya, Marco Kartodikromo yang membalas resensi Tjan Kiem Bie bertajuk “Mata Gelap,” dengan resensinya “pembitjar’an boekoe.”

Pada bagian ini pula kita mendapati Abdullah Sp yang membuat Hamka berada di pusaran badai buku. Muhidin dengan sangat jeli mengisahkan bagaimana Abdullah Sp menaikkan tensi ulasannya atas roman Hamka “Tenggelamnya Kapal v.d Wijck” sebayak tiga oktaf dengan oktaf tertinggi bertajuk “Aku Mendakwa Hamka Plagiat.

Selain itu, bagian ini dihiasi pula dengan peresensi seperti  H.B. Jassin yang pasang badan atas tuduhan terhadap Hamka. Di satu sisi, ada juga Hamka, yang menggugat buku Tuanku Rao karya Mangaradja Onggang Parlindungan dengan tuduhan dusta. Demikian juga, peresensi H. Oemar Bakry Dt. Tan Besar, S.I. Peradisastra (si pembunuh buku), dan Saur Hutabarat serta Majalah Tempo tak luput dari tilikan Muhidin di bagian kedua ini. Menariknya, dipaparkan juga sistem yang digunakan para peresensi untuk menggugat suatu buku.

Adapun panduan yang paling praktis dalam meresensi suatu buku kita bisa temukan pada bagian tiga buku ini. Di bagian ini, kita seolah dituntun dengan cara praktis tentang bagaimana meramu suatu judul, menaklukan paragraf pertama, memainkan narasi di tubuh resensi, dan mengunci paragraf terakhir. Praktisnya, setiap elemen dari anatomi resensi ditinjau dari beberapa sisi dengan menyandingkan contoh-contoh dari resensi-resensi yang pernah diterbitkan. Katakanlah meramu judul. Kita disuguhkan berbagai jenis judul yang telah diidentifikasi dari resensi-resensi yang pernah terbit . Tak hanya itu, setiap jenis judul selalu disertai dengan contoh judul, mulai dari bagaimana judul yang menggelegar, ironi, tindakan tokoh, waktu selisih, penulis, serial, poin terpenting, pertanyaan, metafora, mengolah judul buku, istilah khas dan populer, penjelasan, keluasan dan peristiwa buku, geografi, kontradiksi, penekanan dan definitif.

Menariknya, dalam mengulas narasi-narasi di tubuh resensi, Gusmuh-nama panggilan Muhidin M. Dahlan-tidak hanya menyuguhkan bagaimana peresensi yang berhasil menemukan inti dari buku yang diulasnya sekaligus membantah pandangan-pandangan orang lain. Gusmuh sekaligus memberikan contoh bagaimana cara pemalas meresensi buku.

Buku ini sangat pantas dibaca. Sebab, buku ini tidak hanya memuat panduan praktis bagaimanan struktur resensi, tetapi sekaligus mengajak kita melakukan lawatan sejarah yang jauh terhadap praktik penulisan resensi dengan segala motivasinya.

Bahkan, ulasan ini lahir dari bercermin terhadap motivasi Sukarno-Hatta yang sebagaimana dituliskan dalam buku ini bahwa menuliskan kembali kesan terhadap buku yang dibaca merupakan siasat kita mengikat ilmu pengetahuan. Selain itu, pesan penting pada pendahuluan buku ini, telah memberi saya arah baru dalam membaca buku.

----

Resensi ini, dapat juga Anda baca di sini dan di sini

Bagi Seorang Guru, Belajar Tak Ada Matinya

Fakta menunjukkan bahwa, Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang cukup luar biasa terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat tak terkecuali dunia pendidikan. Dampak yang ditimbulkan tersebut tak main-main, dunia dibuatnya seolah lumpuh sesaat. Kondisi ini memaksa semua sektor kehidupan masyarakat untuk menemukan pola baru dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Demikian halnya dunia pendidikan. Karantina wilayah dan anjuran untuk jaga jarak memaksa sekolah dan guru untuk mencari cara agar proses belajar mengajar tetap berjalan.

Situasi ini tentu saja merupakan tantangan tersendiri bagi guru. Guru dipaksa keluar dari kebiasaan lama (zona nyaman) untuk menghadapi situasi yang benar-benar baru dan terjadi begitu cepat. Iya, peristiwa yang menggemparkan ini seolah terjadi begitu mendadak dan meluas begitu cepat. Karena itulah, guru dituntut untuk memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi agar mampu keluar dari lilitan persoalan yang dihadapinya. Tentu saja, untuk tetap dapat menjalankan perannya sebagai guru. Peran seperti apa?. Sebagaimana kita ketahui bahwa, guru memiliki peran ganda yaitu tidak hanya bertanggungjawab terhadap perkembangan intelegensi, akan tetapi juga perkembangan moral peserta didiknya.

Kondisi seperti ini seolah mengharuskan bahwa, tuntutan kompetensi abad 21 yang didengung-dengungkan sebelumnya, yakni di tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19 menerpa, benar-benar diuji untuk bisa diaplikasikan lebih dini yang tentu saja oleh guru terlebih dahulu. Kompetensi dimaksud diantaranya adalah kemampuan memprediksi arah perkembangan dunia, kemampuan guru bertindak sebagai konselor bagi peserta didik  (Councelor Competence), kemampuan beradaptasi, Empati, inovatif, kreatif, semangat pantang menyerah, kemampuan berkolaborasi dalam jejaring dan lain sebagainya.

Betapa tidak, situasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya ini, telah memaksa guru dan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk bisa bergotong royong mengatasi kompleksitas masalah yang timbul. Berbagai upaya dilakukan untuk mencari solusi dan memelihara semangat demi kelangsungan pembelajaran di masa sulit pandemi Covid-19. Webinar, workshop, bimtek dan berbagai diklat daring baik oleh lembaga pemerintah, organisasi profesi dan lembaga-lembaga lainnya yang terafiliasi dalam jaringan sekolah digital, terus dilakukan seolah menjadi menu wajib harian guru dan pemangku kepentingan. Akibatnya, kita menyaksikan suatu gelombang belajar sedemikian luar biasanya yang tidak pernah kita saksikan di hari dan tahun-tahun sebelumnya.

Penulis sendiri, meskipun berada di wilayah paling ujung Sulawesi Tengah yang tak jarang bergelut dalam upaya menunudukkan kesabaran menghadapi jaringan internet yang kurang bersahabat, juga termotivasi untuk mengikuti berbagai diklat dalam jaringan guna memecahkan kebuntuan pembelajaran daring. Alhamdulillah, tak kurang dari sepuluh pelatihan yang sempat kami ikuti. Mulai dari mengelola kelas dengan Google Clasroom, Membuat Kuis menyenangkan dengan Quiziz, Office 365, membuat media pembelajaran interaktif menggunakan Video Scribe, Powtoon, Kinemaster, mendesain PBM online dengan Google Form, Aplikasi Android berbasis pawer point, membuat aplikasi Android, serta berbagai webinar lainnya, termasuk membuat website bagi pemula, yang hasilnya saya suguhkan kepada pembaca ini. Tentu saja, semua ini merupakan suatu ikhtiar untuk dapat menghadirkan inovasi pembelajaran di masa sulit ini, yang tentu saja muaranya adalah jika tidak bisa meningkatkan, minimal mempertahankan motivasi positif belajar peserta didik.

Usaha menempa diri untuk terus belajar agar tetap dapat mempertahankan iklim belajar positif peserta didik meski di masa sulit seperti ini, bagi guru tak hanya kewajiban. Akan tetapi, juga sebagai bentuk tuntutan pertanggungajawaban moral untuk berusaha memecahkan kebuntuan pelayanan terhadap peserta didik. Pun demikian, landasan moral lainnya yang memberi acuan bahwa,  sebelum mengajarkan sesuatu seyogyanya kita telah melakukan hal yang akan kita sampaikan. Bagaimana mungkin kita mengajarkan kearifan tetapi kita sendiri tergesa-gesa dalam mengambil sikap. Bagaimana mungkin menuntut peserta didiknya untuk belajar jika kita sendiri tidak mengembangkan diri dalam tarikan iklim belajar. Bagaimana mungkin kita menginginkan perubahan jika kita sendiri tak berubah. “Be the change that you want to see in the world,” demikian sabda salah seorang pemimpin perubahan, Mahatma Gandhi.

Oleh sebab itu, guru sebenarnya tak sekadar profesi. Ia lebih dari itu. Tidak berlebihan jika Mendikbud Nadiem Makarim dalam pidatonya di Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 menyebutkan secara blak-blakan bahwa tugas guru meskipun termulia namun juga tersulit. Padanya masa depan bangsa dipertaruhkan.

Menyadari bahwa dirinya mengemban tugas membentuk masa depan bangsa, maka diperlukan tekad kuat untuk terus belajar dan menularkan. Guru mencerminkan sosok pembelajar yang terus belajar untuk dapat menularkan. Hal ini mengingatkan kita pada ungkapan seorang filsuf berjiwa jernih pendiri ajaran Tao,  Lao Tzu. Ia berkata tentang guru pemimpin sebagaimana ditulis oleh John Heider dalam bukunya The Tao of Leadership  bahwa, “mereka dapat menjelaskan berbagai kejadian untuk orang lain, sebab mereka telah melakukannya sendiri. Mereka bisa berbicara tentang yang terdalam dari batin orang lain, sebab mereka telah mengetahui pertentangan dan ganjalannya sendiri secara lebih dalam.”

Uraian di atas mengindikasaikan bahwa, belajar dan mengajar tak lagi dilokalisir dalam hubungan take and give peserta didik dan guru. Belajar dan mengajar harus dibawa ke dalam spektrum lebih luas, yaitu suatu upaya untuk terus menjaga motivasi belajar guru sebelum mengajarkan. Hal ini senada dengan potongan kalimat yang bisa kita dengar dari Mars salah satu organisasi profesi guru Ikatan Guru Indonesia, “…pantang mengajar kalau tidak belajar.” Mungkin karena semangat inilah, sehingga organisasi profesi tersebut terus menjaga iklim belajar guru dalam bingkai semangat  Sharing and growing together.

Akhirnya, karakter pembelajar seperti ini mestinya terus melekat pada guru. Karakter inilah yang membawanya-guru-menjadi sosok yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh mesin/robot. Hal ini dapat menguatkan bahwa guru tak hanya sekadar mentor dan fasilitator. Akan tetapi, guru juga berperan sebagai pejuang, motivator, inspirator, hingga pemantik imajinasi dan kreativitas. Semestinya, belajar dan terus belajar di segala situasi adalah perisai seorang guru. Bagi guru, belajar tak ada matinya. Semoga kita termasuk yang terus berikhtiar untuk itu.

Artikel ini bisa juga Anda baca di sini